a. Teori
Ikatan Valensi (Valence Bond Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Linus Pauling
sekitar tahun 1931. Teori ini
menyatakan bahwa ikatan antara ligan dengan logam merupakan ikatan kovalen
koordinasi, dengan pasangan elektron bebas yang disumbangkan oleh ligan. Logam
pusat menyediakan orbital-orbital kosong yang telah mengalami hibridisasi untuk
ditempati oleh PEB dari ligan. Jenis hibridisasi orbital menentukan bentuk
geometris senyawa kompleks yang terbentuk. Pembentukan ikatan dalam senyawa
kompleks juga dapat ditinjau sebagai reaksi Asam-Basa Lewis, dimana ligan
merupakan Basa Lewis yang memberikan PEB.
Hibridisasi
|
Geometris
|
Contoh
|
sp2
|
Trigonal planar
|
[HgI3]-
|
sp3
|
Tetrahedral
|
[Zn(NH3)4]2+
|
d2sp3
|
Oktahedral
|
[Fe(CN)6]3-
|
dsp2
|
Bujur sangkar/ segi empat planar
|
[Ni(CN)4]2-
|
dsp3
|
Bipiramida trigonal
|
[Fe(CO)5]2+
|
sp3d2
|
Oktahedral
|
[FeF6]3-
|
Pembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi
elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam
dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang kosong dengan
orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas.
Pada hibridisasi yang melibatkan orbital d, ada dua macam kemungkinan hibridisasi. Jika dalam hibridisasi
orbital d yang dilibatkan adalah
orbital d yang berada di luar kulit
dari orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks
yang terbentuk disebut sebagai kompleks orbital luar, atau outer orbital complex. Sebaliknya, jika
dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah orbital d di dalam kulit orbital s
dan p yang berhibridisasi, maka
kompleks tersebut dinamakan kompleks orbital dalam atau inner orbital complex. Umumnya kompleks
orbital dalam lebih stabil dibandingkan kompleks orbital luar, karena energi
yang dilibatkan dalam pembentukan kompleks orbital dalam lebih kecil
dibandingkan energi yang terlibat dalam pembentukan kompleks orbital luar.
Untuk menghibridisasi orbital d yang
berada di dalam orbital s dan p diperlukan energi yang lebih kecil,
karena tingkat energinya tidak terlalu jauh.
Contoh :
v [Ni(CO)4];
memiliki struktur geometris tetrahedral
Sebagian besar kompleks lebih memilih konfigurasi kompleks orbital dalam,
karena energi yang diperlukan saat hibridisasi untuk melibatkan orbital d sebelah dalam lebih kecil dibandingkan
energi yang diperlukan untuk melibatkan orbital d sebelah luar. Meskipun
demikian, jika dilihat dari pengukuran momen magnetnya, beberapa kompleks
ternyata berada dalam bentuk kompleks orbital luar.
Elektronetralitas
dan Backbonding
Dalam
TIV, reaksi pembentukan kompleks merupakan reaksi Asam Basa Lewis. Atom logam
sebagai asam Lewis mendapatkan elektron dari ligan yang bertindak sebagai basa
Lewis, sehingga mendapatkan tambahan muatan negatif. Dengan demikian densitas
elektron pada atom logam akan menjadi semakin besar sehingga kompleks menjadi
semakin tidak stabil. Pada kenyataannya senyawa kompleks merupakan senyawa yang
stabil, sehingga diasumsikan walaupun mendapatkan tambahan muatan negatif dari
PEB yang didonorkan oleh ligan, atom pusat memiliki muatan yang mendekati nol
atau hampir netral. Ada
dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menerangkan hal ini :
(1)
Elektronetralitas
Ligan donor umumnya merupakan atom dengan elektronegativitas yang
tinggi, sehingga atom ligan tidak memberikan keseluruhan muatan negatifnya,
sehingga elektron ikatan tidak terdistribusi secara merata antara logam dengan
ligan
(2)
Backbonding
Pada atom logam dengan tingkat oksidasi yang rendah, kerapatan elektron
diturunkan melalui pembentukan ikatan balik (backbonding) atau resonansi ikatan
partial. Ionpusat memberikan kembali pasangan elektron kepada ligan melalui
pembentukan ikatan phi (π).
Teori Ikatan Valensi cukup mudah untuk dipahami, dapat meramalkan bentuk
geometris dari sebagian besar kompleks, dan berkesesuaian dengan sifat
kemagnetan dari sebagian besar kompleks.
Meskipun
demikian, ada beberapa kelemahan dari Teori Ikatan Valensi ini. Sebagian besar
senyawa kompleks merupakan senyawa berwarna, TIV tidak dapat menjelaskan warna
dan spektra elektronik dari senyawa kompleks. Selain itu, meskipun
berkesesuaian dengan sifat kemagnetan senyawa, TIV tidak dapat menjelaskan
mengapa kemagnetan senyawa dapat berubah dengan kenaikan suhu. Teori Ikatan
Valensi tidak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan mengapa sejumlah
kompleks berada dalam bentuk kompleks orbital luar. Kelemahan-kelemahan dari
TIV ini dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar