Cari Blog Ini

Sabtu, 14 Desember 2013

ISOLASI DAN PEMURNIAN ENZIM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar  Belakang
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu. Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain.
Selain dimanfaatkan sebagai biokatalisataor, enzim banyak berperan dalam industri komersial dalam bidang pangan maupun medis dan farmakologi. Untuk mendapatkan suatu produk yang maksimal, maka dalam setiap kali reaksi biologis digunakan enzim untuk mempermudah proses maupun menghemat biaya produksi suatu proses.
Untuk memproduksi enzim dalam jumlah besar dan mempunyai aktivitas yang tinggi, perlu diperhatikan faktor-faktor penting seperti kondisi pertumbuhan, cara isolasi, cara pemurnian serta jenis substrat yang digunakan agar diperoleh enzim dengan tingkat kemurnian tinggi.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.   Klasifikasi Enzim berdasarkan tipe dan mekanism reaksi.
2.    Bagaimana prosedur isolasi enzim?.
3.    Bagaimana  prosedur pemurnian enzim?.
4.    Jelaskan  Aplikasi ISolasi dan pemurnian enzim pada beberapa jenis enzim?.


1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusam masalah maka makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui Klasifikasi Enzim berdasarkan tipe dan mekanism reaksi
2.      Mengetahui prosedur isolasi enzim.
3.      Mengetahui prosedur pemurnian enzim.
4.      Menjelaskan Aplikasi prosedur ISolasi dan pemurnian enzim pada beberapa jenis enzim.
  
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN


2.1  Enzim
Menurut Mayrback (1952) dari jerman, enzim adalah senyawa protein yang dapat mengatalisi reaksi-reaksi kimia dalam sel dan jaringan makhluk hidup. Enzim merupakan biokatalisator artinya senyawa organic yang mempercepat reaksi kimia. Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi. Dalam sel makhluk hidup, reaksi- reaksi kimia dapat berlangsung dengan cepat karena adanya katalisator hidup atau biokatalisator, yaitu : enzim. Enzim merupakan pengatur suatu reaksi. Berikut ini adalah contoh reaksi yang diatur oleh enzim. Contohnya:
Enzim maltase
Maltosa ———-> 2 glukosa
(substrat) <——— (produk)
Enzim merupakan unit fungsional yang berperan mengkatalisis reaksi-reaksi dalam metabolisme sel dan reaksi-reaksi lain dalam tubuh. Spesifikasi enzim terhadap substratnya teramat tinggi dalam mempercepat reaksi kimia tanpa produk samping (Lehninger, 1992).

Susunan enzim
Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas dua bagian, yaitu bagian protein dan bagian yang bukan protein. Bagian protein disebut apoenzim, bersifat labil (mudah berubah), misalnya terpengaruh oleh suhu dan keasaman. Bagian yang bukan proteindisebut gugus prostetik (aktif), terdiri atas kofaktor atau koenzim. Kofaktor berasal dari molekul anorganik, yaitu logam, misalnya besi, tembaga, dan seng. Sedangkan koenzim merupakan gugus prostetik terdiri atas senyawa organik kompleks, misalnya NADH, FADH, koenzim A, dan vitamin B.
Enzim juga memerlukan tambahan komponen kimia dalam aktivitasnya yang disebut dengan kofaktor dan koenzim. Kofator merupakan suatu molekul anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+ yang terikat lemah pada apoenzim. Sedangkan koenzim adalah molekul organik kompleks yang terikat kuat pada apoenzim. Apoenzim adalah bagian enzim yang berupa protein yang bersifat tidak tahan panas. Enzim yang mempunyai struktur sempurna dan aktif mengkatalisis reaksi bersama dengan koenzim disebut holoenzim. (Lehninger, 1982).
1. Apoenzim
Apoenzim adalah bagian protein dari enzim, bersifat tidak tahan panas, dan berfungsi menentukan kekhususan dari enzim. Contoh, dari substrat yang sama dapat menjadi senyawa yang berlainan, tergantung dari enzimnya.

2. Koenzim
Koenzim disebut gugus prostetik apabila terikat sangat erat pada apoenzim. Akan tetapi, koenzim tidak begitu erat dan mudah dipisahkan dari apoenzim. Koenzim bersifat termostabil (tahan panas), mengandung ribose dan fosfat. Fungsinya menentukan sifat dari reaksinya. Misalnya, Apabila koenzim NADP (Nicotiamida Adenin Denukleotid Phosfat) maka reaksi yang terjadi adalah dehidrogenase. Disini NADP berfungsi sebagai akseptor hidrogen.

Koenzim dapat bertindak sebagai penerima/akseptor hidrogen, seperti NAD atau donor dari gugus kimia, seperti AT P (Adenosin Tri Phosfat).

Klasifikasi enzim
a)      Protease
Enzim ini merupakan enzim proteolitik (suatu enzim yang dapat memecahkan protein).
b)      Amylase
Amylase merupakan suatu enzim Carbohydrolitic (suatu enzim yang dapat memecahkan karbohidrat)
c)      Invertase
Invertase merupakan suatu enzim Disakaridase yang berfungsi untuk memecahkan Sukrosa menjadi Glukosa & Fruktosa, sehingga dapat meningkatkan pemakaian gula-gula ini.
d)     Alpha-galactosidase
Merupakan enzim yang dapat menghidrolisis gula kompleks (oligosakarida), dimana gula ini banyak terdapat pada sayur-sayuran, dan sejenis padi-padian. Kelompok gula seperti : Raffinose, Stachyose, dan Verbascose tidak dapat dicerna oleh manusia karena manusia tidak dapat menghasilkan Alpha-Galactosidase, yang diperlukan untuk memecahkan kelompok gula tersebut. Akibatnya, tubuh tidak dapat menyerapnya sehingga gula-gula tersebut akan menetap dalam usus. Didalam usus, gula tersebut difermentasi oleh bakteri normal dalam usus bagian bawah dan sebagai hasil fermentasinya adalah terbentuknya gas dalam usus. Inilah yang menyebabkan rasa kembung sedangkan Alpha-Galactosidase ini membatasi pembentukan gas dalam usus dengan cara meningkatkan pemecahan karbohidrat ini sebelum mencapai usus bagian bawah.
e)      Lipase
Merupakan enzim yang digunakan untuk mencernakan lemak (trigliserida) menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
f)       Cellulase
Enzim yang tidak ditemukan dalam tubuh manusia, dimana enzim ini digunakan untuk memecahkan ikatan yang ditemukan dalam serat. Dengan memisahkan struktur matriks serat yang membungkus zat-zat gizi pada tanaman, Cellulase meningkatkan nilai gizi buah-buahan dan sayur-sayuran.
g)      Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
pepsin bertanggungjawab atas pemecahan sekitar 10% protein. pepsin merupakan satu-satunya enzim yang mencerna kolagen, yang merupakan suatu protein dan kandungan utama dari daging.
h)      Enzim proteolitik
enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.
i)        Enzim pankreatik.
Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim-enzim tersebut antara lain lipase (mengurai lemak), amilase (mengurai karbohidrat), dan protease (mengurai protein).
j)        Lisosim ,
Suatu enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri dan virus yang merugikan. Zat ini terdapat dalam jumlah 300 kali lebih banyak pada ASI daripada susu sapi. Enzim ini antara lain aktif mengatasi bakteri E. coli dan Salmonella
k)      Enzim pemecah protein
Enzim pemecah protein (enzim protease) menjadi komponen penyusunnya yaitu asam amino. Asam amino inilah yang kemudian diserap tubuh

Ciri-ciri  Enzim
a.     Merupakan Protein
Sebagian besar enzim (kecuali ribozime), adalah protein. Dengan demikian sifat-sifat yang dimilikinya sama dengan sifat sifat protein, yaitu: menggumpal pada suhu tinggi dan terpengaruh oleh pH
b.     Bekerja secara khusus
Enzim tertentu hanya dapat mempengaruhi reaksi tertentu, dan tidak dapat mempengaruhi reaksi lainnya. Sebagai contoh: di dalam usus rayap terdapat protozoa yang menghasilkan enzim selulase sehingga rayap dapat hidup dengan makan kayu karena dapt mencerna selulosa (salah satu jenis karbohidrat/polisakarida). Sebaliknya manusia tidak dapat mencerna kayu, meskipun mempunyai enzim amilase, yaitu enzim yang dapat mencerna amilum/pati (yang juga merupakan jenis polisakarida). Enzim amilase dan selulase masing-masing bekerja secara khusus.


c.  Dapat digunakan berulang kali
Enzim dapat digunakan berulang kali karena enzim tidak berubah pada saat terjadi reaksi. Meskipun dalam jumlah sedikit, adanya enzim dalam suatu reaksi yang dikatalisirnya akan mempercepat reaksi, karena enzim yang telah bekerja dalam reaksi tersebut dapat digunakan kembali.
c.    Rusak oleh panas
Enzim adalah suatu protein yang dapat rusak oleh panas disebut denaturasi. Kebanyakan enzim rusak pada suhu di atas 50°C. Reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat dengan kenaikan suhu sebesar 10oC. Kenaikan suhu di atas suhu 50°C tidak dapat meningkatkan reaksi yang dikatalisir oleh enzim, tetapi justru menurunkan atau menghentikan reaksi tersebut. Hal ini disebabkan enzimnya rusak sehingga enzim tersebut tidak dapat bekerja. Demikian juga apabila kita memesan enzim-enzim dari perjalanan, dan enzim tersebut disimpan dalam lemari es. Suhu rendah tidak merusak enzim tetapi hanya menonaktifkannya saja.
d.   Diperlukan dalam jumlah sedikit
Oleh karena enzim berfungsi sebagai mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi, maka jumlah yang dipakai sebagai katalis tidak perlu banyak. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali, selama molekul tersebut tidak rusak.
e.    Dapat bekerja bolak-balik
Umumnya enzim dapat bekerja secara bolak-balik. Artinya, suatu enzim dapat bekerja menguraikan suatu senyawa menjadi senyawa-senyawa lain, dan sebaliknya dapat pula bekerja menyusun senyawa-senyawa itu menjadi senyawa semula.

Pada tumbuhan, proses fotosintesis menghasilkan glukosa. Apabila glukosa yang dihasilkan dalam jumlah banyak, maka glukosa tersebut diubah dan disimpan dalam bentuk pati. Pada saat diperlukan, misalnya untuk pertumbuhan, pati yang disimpan sebagai cadangan makanan tersebut diubah kembali menjadi glukosa.

f.     Kerja enzim dipengaruhi lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh pada kerja enzim adalah suhu, pH, hasil akhir, dan zat penghambat.
1)      Suhu
Enzim bekerja optimal pada suhu 30°C atau pada suhu tubuh dan akan rusak pada suhu tinggi. Biasanya enzim bersifat nonaktif pada suhu rendah (0°C atau di bawahnya), tetapi tidak rusak. Jika suhunya kembali normal enzim mampu bekerja kembali. Sementara pada suhu tinggi, enzim rusak dan tidak dapat berfungsi kembali.
2)      pH
Enzim bekerja optimal pada pH tertentu, umumnya pada pH netral. Pada kondisi asam atau basa, kerja enzim terhambat. Agar enzim dapat bekerja secara maksimal, pada penelitian/percobaan yang menggunakan enzim, kondisi pH larutan dijaga agar tidak berubah, yaitu dengan menggunakan larutan penyangga (buffer)
3)      Hasil akhir
Kerja enzim dipengaruhi hasil akhir. Hasil akhir yang menumpuk menyebabkan enzim sulit “bertemu’ dengan substrat. Semakin menumpuk hasil akhir, semakin lambat kerja enzim.
4)       Zat penghambat
Zat yang dapat menghambat kerja enzim disebut zat penghambat atau inhibitor. Zat tersebut memiliki struktur seperti enzim yang dapat masuk ke substrat, atau ada yang memiliki struktur seperti substrat sehingga enzim salah masuk ke penghambat tersebut. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: semisal enzim itu anak kunci, terdapat zat penghambat (inhibitor) yang: strukturnya mirip anak kunci (enzim), sehingga zat penghambat itu dapat masuk ke dalam gembok kunci (substrat), bentuknya mirip gembok kunci (substrat), sehingga enzim sebagai anak kunci “keliru masuk ” ke anak kunci palsu.
Cara kerja enzim
Molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu sama lain. Jika suatu molekul substrat menumbuk molekul enzim yang tepat, maka akan menempel pada enzim.Tempat menempelnya molekul substrat pada enzim disebut sisi aktif. Kemudian terjadi reaksi dan terbentuk molekul produk. Ada 2 teori mengenai kerja enzim, yaitu:
a.    Teori gembok anak kunci (key-lock)
Sisi aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja Gambar 3.4 A) Substrat sesuai dengan sisi aktif seperti gembok kunci dengan anak kuncinya. Hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif berubah sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama.
b.    Teori cocok terinduksi (induced fit).
Sisi aktif enzim lebih fleksibel dalam menyesuaikan struktur substrat. Ikatan antara enzim dan substrat dapat berubah menyesuaikan dengan substrat.
Aktivitas dari enzim dalam mengkatalis reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1. Konsentrasi enzim
Pada konsentrasi substrat tertentu kecepatan reaksi enzimatis bertambah pada saat bertambahnya konsentrasi enzim dan akan konstan pada konsentrasi enzim tertentu.
2. Konsentrasi substrat
Pada saat konsentrasi enzim konstan bertambahnya konsentrasi substrat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Pada konsentrasi tertentu tidak terjadi peningkatan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat ditambah. 
3. Suhu
Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, pada suhu tinggi secara umum reaksi kimia berlangsung cepat. Pada suhu optimum kecepatan reaksi enzimatis adalah optimum. Pada suhu melewati suhu optimumnya dapat menyebabkan terjadinya denaturasi enzim sehingga menurunkan kecepatan reaksi.

4. pH
Struktur enzim dipengaruhi oleh pH lingkungannya. Enzim dapat bermuatan positif, negatif atau bermuatan ganda (zwitter ion). Perubahan  pH lingkungan berpengaruh pada aktivitas sisi aktif dari enzim.
5. Inhibitor
Merupakan zat yang dapat menghambat kerja enzim. Bersifat reversible dan irreversible. Inhibitor reversible dibedakan menjadi inhibitor kompetitif dan nonkompetitif  Keberadaan inhibitor akan menurunkan kecepatan reaksi enzimatis. Inhibitor dapat membentuk kompleks dengan enzim baik pada sisi aktif enzim maupun bagian lain dari sisi aktif enzim. Terbentuknya kompleks enzim inhibitor akan menurunkan aktivitas enzim terhadap substratnya (Poejiadi, 1994).
Peranan inhibitor dalam reaksi:
a.    Inhibitor reversible bersaing (kompetitif), bentuk mirip dengan substrat dan dapat berikatan dengan bagian aktif enzim sehingga tidak terjadi reaksi. Menghambat kerja enzim dengan menempati sisi aktif enzim. Inhibitor ini besaing dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim. Pengambatan bersifat reversibel (dapat kembali seperti semula) dan dapat dihilangkan dengan menambah konsentrasi substrat. Inhibitor kompetitif misalnya malonat dan oksalosuksinat, yang bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan enzim suksinat dehidrogenase, yaitu enzim yang bekerja pada substrat oseli suksinat.
b.    Inhibitor reversible tidak bersaing (nonkopetitif), berikatan dengan bagian tidak aktif dari enzim sehingga tidak terjadi reaksi. Inhibitor ini biasanya berupa senyawa kimia yang tidak mirip dengan substrat dan berikatan pada sisi selain sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan perubahan bentuk enzim sehingga sisi aktif enzim tidak sesuai lagi dengan substratnya. Contohnya antibiotik penisilin menghambat kerja enzim penyusun dinding sel bakteri. Inhibitor ini bersifat reversible tetapi tidak dapat dihilangkan dengan menambahkan konsentrasi substrat.
c.    Inhibitor irreversible, dapat berikatan dengan enzim dan menyebabkan enzim berubah bentuk sehingga aktivitas katalitik enzim menurun. Inhibitor ini berikatan dengan sisi aktif enzim secara kuat sehingga tidak dapat terlepas. Enzim menjadi tidak aktif dan tidak dapat kembali seperti semula (irreversible). Contohnya, diisopropilfluorofosfat yang menghambat kerja asetilkolin-esterase.
d.   Inhibitor Alosterik, dapat berikatan dengan enzim dan bagian aktif enzim berubah bentuk sehingga ikatan antara enzim dan substrat tidak terbentuk.

2.2  Isolasi Enzim
Untuk memproduksi enzim dalam jumlah besar dan mempunyai aktivitas yang tinggi, perlu diperhatikan faktor-faktor penting seperti kondisi pertumbuhan, cara isolasi, serta jenis substrat yang digunakan. Kondisi pertumbuhan yang menunjang produksi enzim secara maksimal adalah pH, suhu inkubasi, waktu inkubasi, dan komposisi media pertumbuhan harus mengandungsumber energi, sumber karbon, sumber nitrogen dan mineral (Wang, 1979)
Enzim dapat diperoleh dengan mengisolasi dari sumbernya. Enzim yang telah diisolasi ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut dalam bidang industri maupun kesehatan Untuk mengeluarkan enzim dari sumbernya perlu dilakukan isolasi yang dapat dilakukan  cara.
Metode isolasi enzim yang sering digunakan adalah ekstraksi, koagulasi, sentrifugasi, filtrasi, dan kromatografi (Susi, 2002).
a.    Ekstraksi
Metode ekstraksi enzim ditentukan oleh jenis sumbernya. Enzim yang terdapat pada tepung biji-bijian diekstraksi dengan cara mencampur pada media cair kemudian diaduk, enzim dari bagian tanaman yang bersifat lunak diekstraksi dengan dipotong kecil-kecil, dipres kemudian disaring dengan kain, sedangkan untuk mengekstrak enzim dari daun dan biji-bijian dengan cara digiling, dihomogenasi dalam media cair atau langsung diblender dalam media cair. Dalam ekstraksi enzim dari tanaman digunakan bufer untuk mempertahankan harga pH. Beberapa pH yang dapat digunakan  misal: bufer tris-hidroksimetil amino metan, bufer glisin dan bufer fosfat (Joseph, at all, 1994).
b.    Filtrasi
Dasar pemisahan adalah ukuran partikel. Efisiensinya dibatasi oleh:
·      Bentuk partikel
·      Kemampuan partikel menahan tekanan
·      Kekentalan fasa cair
c.    Sentrifugasi.
Metode sentrifugasi merupakan cara pemisahan enzim dari partikel-partikel lain yang tidak dikehendaki. Semakin kecil partikel, kecepatan sentrifugasi yang diperlukan semakin besar. Pemisahan dilakukan sentrifugasi pada kecepatan dan gaya berat tertentu sehingga sel-sel mikroorganisme mengendap dan supernatant merupakan cairan yang berisi enzim. Dasar pemisahan  secara sentrifuge yaitu:
·      Perbedaan antara fasa cair dan padat
·      Ukuran partikel,
·      Berat jenis partikel,
·      Berat jenis bahan cair/larutan,
·      Jari-jari sentrifus.



2.3  Pemurnian Enzim
Enzim merupakan salah satu jenis substrat biologis yang memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Selain dimanfaatkan sebagai biokatalisataor, enzim banyak berperan dalam industri komersial dalam bidang pangan maupun medis dan farmakologi. Untuk mendapatkan suatu produk yang maksimal, maka dalam setiap kali reaksi biologis digunakan enzim untuk mempermudah proses maupun menghemat biaya produksi suatu proses. Enzim yang digunakanpun sebaiknya merupakan enzim yang memiliki kemurnian yang tinggi.
Memperoleh enzim dengan kemurnian yang tinggi, tidaklah mudah butuh biaya serta proses yang lama untuk memperoleh enzim dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam memperoleh enzim dengan kemurnian yang tinggi.
Metode – metode pemurnian enzim antara lain pengendapan, filtrasi membran, kromatografi adsorbsi, kromatografi afinitas dan filtrasi gel.
Pemurnian merupakan tahap yang penting setelah enzim diisolasi. Pemurnian enzim dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan pelarut organik, gel filtrasi atau menggunakan garam (Collowick, 1995).
1.    Cara pengendapan dalam garam organik (salting out) atau pelarut organik (aseton),
Fraksinasi dengan garam berdasarkan pada sifat-sifat garam seperti kelarutan dan keefektifannya dalam mengendapkan protein. Garam-garam yang sangat efektif adalah garam-garam yang mengandung anion yang bermuatan banyak seperti sulfat, fosfat dan sitrat. Garam yang paling sering digunakan adalah garam amonium sulfat.
Amonium sulfat yang terlarut setelah proses fraksinasi dipisahkan dengan cara dialisis. Prinsip dialisis adalah difusi garam amonium sulfat melalui membran semipermeabel.
Penggunaan amonium sulfat untuk salting out memiliki keuntungan antara lain harga relative murah, kelarutannya tinggi, pH larutan tidak berubah secara ekstrem, dan tidak bersifat toksik. Kerugiannya ialah konsentrasi garam yang tertinggal dalam produk tinggi dan kurang efisien dalam menghilangkan pencemar.
Pengendapan protein dengan pelarut organik seperti aseton akan menghasilkan produk dengan aktivitas tinggi, tetapi kondisi reaksi harus dipertahankan pada suhu rendah (-5°C) untuk mencegah denaturasi protein.
Proses pemumian menyebabkan hilangnya kofaktor yang penting sehingga menyebabkan hilangnya aktivitas enzim. Selain itu dapat pula terjadi denaturasi protein akibat pengaruh suhu dan pH selama pemurnian berlangsung.
2. Melalui membran ultrafiltrasi.
Membran ultrafiltrasi lebih kecil pengaruhnya terhadap denaturasi protein dibandingkan presipitasi dengan polietilen glikol ataupun salting out. Selain itu pemisahan enzim skala besar lebih menguntungkan melalui membrane ultrafiltrasi dibandingkan sentrifugasi karena membutuhkan waktu dan biaya lebih rendah.
Prinsip pemisahan dengan proses ultrafiltrasi ialah memisahkan komponen berdasarkan bobot molekul. Meskipun retensi molekul merupakan fungsi dari ukuran molekul, namun terbukti bobot molekul dapat digunakan sebagai peubah yang lebih praktis, khususnya pada molekul dengan bobot molekul tinggi. Setelah proses isolasi enzim akan diperoleh supernatant. Supematan yang diperoleh dimurnikan dengan membran ultrafiltrasi dan hanya protein yang berukuran lebih dari 30000 Dalton tertinggal di atas membran.
Pemurnian enzim melalui membran ultrafiltrasi menghasilkan enzim. Enzim hasil membran ultrafiltrasi selanjutnya diendapkan dengan aseton dingin (-20°C) dengan perbandingan 2 : 3. Pengadukan dilakukan selama 15 menit pada suhu 4°C dan selanjutnya diinkubasi semalam pada suhu 4°C. Setelah disentrifugasi, endapan yang diperoleh dicuci dengan air suling untuk menghilangkan sisa aseton. Endapan tersebut kemudian dilarutkan dengan buffer fosfat sitrat pH 7.0
Tujuan yang ingin dicapai dalam pemurnian enzim adalah mengisolasi enzim spesifikasi dan ekstra sel “Mentah” (crude) yang mengandung banyak komponen lain. Molekul-molekul kecil dapat disingkirkan lewat dialysis atau filtrasi gel, asam nukleat melalui pngendapan dengan antibiotik streptomisin, dan seterusnya. Permaslahannya adalah memisahkan enzim yang kita kehendaki dari ratusan protein yang mempunyai stuktur kimia dan fisika yang serupa. Perjalanan suatu pemurnian tipikal dan enzim hati dengan pemulihan yang baik serta pemurnian keseluruhan yang besarnya mencapai 490 kali lipat.

2.    4 Aplikasi Isolasi dan Pemurnian Enzim
1.    Isolasi Enzim Lipase
Langkah kerja isolasi enzim lipase secara sederhana adalah sebagai berikut:
a.    Diambil 100 ml inokulum dimasukkan pada erlenmeyer 1000 ml yang berisi media fermentasi kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan pH 8 dan suhu 35ÂșC.
b.    Setelah itu dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15menit. Filtrat hasil sentrifugasi disebut ekstrak enzim kasar.
c.    Ekstrak kasar tersebut kemudiandipisahkan dari endapannya kemudian ditentukan volume, kadar protein dengan Metode Lowry,aktivitasnya dengan Metode titrimetri, dan uji esterifikasi.

2.    Isolasi Enzim Papain Dari Getah Pepaya
  1. Kumpulkan getah pepaya dan simpan dalam keadaan dingin ± 90 gr (dried powder)
  2. Campur @30 gr getah pepaya kering dengan 1 gr celite, 1gr cystein dan 10 ml aquadest.
  3. Masing – masing campuran ditambahkan (NH4)2SO4 1 gr untuk variabel A, 2 gr variabel B dan tambahkan 2 gr NaCl untuk variabel C.
  4. Aduk dengan magnetic stirer selama 20 menit pada suhu 40oC
  5. Saring suspensi melalui kertas saring whattman. Suspensi dibuang sedangkan filtrate dipisahkan.
  6. Filtrat lalu dicentrifugasi 10’ dengan kecepatan sesuai variabel. Didapat endapan sebesar a gram dan filtrat.
  7. Filtrat lalu didiamkan satu malam di lemari es.
  8. Saring filtrat dengan kertas saring whattman. Sehingga didapat endapan sebesar b gram dan filtrat.
  9. Apabila a + b > 1 gram, maka ambil 1 gr endapan dalam 10 ml aquadest.
  10. Apabila a + b < 1 gram, maka ambil 1 ml filtrat III lalu encerkan sampai 10 ml.
3.    Isolasi Enzim Bromelain  dengan Menggunakan Aseton
Langkah kerja isolasi enzim bromelain dengan menggunakan aseton secara sederhana adalah sebagai berikut:
a.    Menyiapkan dan membersihkan nenas (batang, buah) dan memotongnya menjadi bagian yang kecil.
b.    Memblender bagian tersebut  dengan menambahkan es batu (kalau ada) agar enzim tidak rusak
c.    Memisahkan filtrat dari ampas dengan penyaringan.
d.   Mendinginkan filtrat selama 3 jam
e.    Larutan ditambahkan aseton dingin dengan kadar 30%, 50% dan 70 %.
f.     Di endapkan dengan menggunakan sentrifuge selama 15 atau 30 menit
g.    Memisahkan endapan yang terbentuk. Filtrat ditambahkan ammonium sulfat dengan kadar 40% dan disentrifuge sehingga di dapat endapan kedua. Kemudian filtrat ditambahkan ammonium sulfat dengan kadar 60% dan kemudian di sentrifuge
h.    Endapan kemudian di uji kadar proteinnya. Penentuan kadar protein enzim dari endapan yang terbentuk dengan spektrofotometer dengan  panjang gelombang tertentu.

4.    Isolasi Enzim Bromelain  dengan Menggunakan Ammonium Sulfat
Isolasi dengan menggunakan ammonium sulfat secara sederhana adalah sebagai berikut:
a.    Menyiapkan dan membersihkan nenas
b.    Memotong nenas  dan menambahkan buffer posfat dengn  pH 7 kemudian di blender.
c.    Menyaring dan mengambil filtrat dan mendinginkannya selama 15 menit
d.   Menambahkan ammonium sulfat dengan kadar 20% kemudian didinginkan selama 15 menit
e.    Larutan disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm dan suhu 0 0C.
f.     Memisahkan endapan yang terbentuk. Filtrat ditambahkan ammonium sulfat dengan kadar 40% dan disentrifuge sehingga di dapat endapan kedua. Kemudian filtrat ditambahkan ammonium sulfat dengan kadar 60% dan kemudian di sentrifuge
g.    Endapan kemudian di uji kadar proteinnya

5.    Pemurnian Enzim Lipase
            Dilakukan dengan 3 tahap, antara lain yaitu:

a.    Fraksinasi Amonium Sulfat
Proses pemurnian sampel ekstrak kasar enzim lipase diawali dengan fraksinasi bertingkatmenggunakan garam ammonium sulfat dengan tingkat kejenuhan (0-20%), (20-40%), (40-60%),(60-80%) dan 80-100%). Fraksinasi dengan amonium sulfat dilakukan dengan cara menambahkan amonium sulfat sedikit demi sedikit pada larutan ekstrak kasar enzim sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Pengadukan diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan busa selama kurang lebih 20 menit. Setiap endapan protein enzim yang didapatdipisahkan dari filtratnya dengan menggunakan sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama15 menit kemudian dilarutkan dalam larutan buffer fosfat pH 8 dengan konsentrasi 0,05 M lalu diuji aktivitasnya menggunakan Metode titrimetri dan ditentukan kadar proteinnya menggunakan Metode Lowry. Fraksi yang memberi aktivitas tertinggi diuji aktivitas esterifikasinya.
b.    Dialisis
Endapan enzim hasil fraksinasi bertingkat yang memiliki aktivitas tertinggi dilarutkan kedalam buffer fosfat pH 8; 0,05 M selanjutnya dimasukkan kedalam kantong selofan, kemudiandidialisis menggunakan buffer fosfat pH 8; 0,05 M selama ± 48 jam pada suhu 4ÂșC.
c.    Kromatografi Kolom
Perlakuan enzim selanjutnya adalah pemurnian berdasarkan ukuran dengan kolomkromatografi filtrasi gel menggunakan sephadex G-100 sebagai fase diam.Sampel diteteskan pada bagian atas kolom gel sephadex G-100 yang berfungsi sebagai fasediam dan larutan buffer fosfat pH 8 yang berfungsi sebagai fase gerak. Sampel enzim yang memiliki bobot molekul lebih besar dari pori-pori gel akan melewati ruang antar pori-pori sehingga akan lebih dahulu keluar dari kolom sebaliknya yang berbobot molekul lebih kecil akan masuk ke dalam pori-pori matriks sehingga akan keluar lebih lambat. Setelah proses kolom berlangsung, eluen ditampung pada wadah sebesar 15 ml. Eluen yang telah ditampung pada wadah kemudian diukur kadar protein dan aktivitas enzimnya. Fraksi yang memberikan aktivitas tinggi dikumpulkan dan dikarakterisasi serta ditentukan aktivitas esterifikasinya.
BAB III
KESIMPULAN

A.    Enzim adalah senyawa protein yang dapat mengatalisi reaksi-reaksi kimia dalam sel dan jaringan makhluk hidup. Enzim merupakan biokatalisator artinya senyawa organic yang mempercepat reaksi kimia. Enzim merupakan unit fungsional yang berperan mengkatalisis reaksi-reaksi dalam metabolisme sel dan reaksi-reaksi lain dalam tubuh.
B.     Enzim dapat diklasifikasikan sebagai berikut: protease, amylase, invertase, alpha-galactosidase, lipase, cellulase, prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein), enzim proteolitik, enzim pankreatik, lisosim, enzim pemecah protein.
C.     Enzim dapat diperoleh dengan mengisolasi dari sumbernya. Metode isolasi enzim yang sering digunakan adalah ekstraksi, koagulasi, sentrifugasi, filtrasi, dan kromatografi.
D.    Pemurnian merupakan tahap yang penting setelah enzim diisolasi. Pemurnian enzim dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan pelarut organik, gel filtrasi atau menggunakan garam.

E.     Metode – metode pemurnian enzim antara lain pengendapan, filtrasi membran, kromatografi adsorbsi, kromatografi afinitas dan filtrasi gel. 

1 komentar: