Cari Blog Ini

Rabu, 25 Desember 2013

Manajemen Nutrisi Pasien Tuberkulosis

Keluasan asupan nutrisi yang optimal dan dapat meningkatkan kemampuan tubuh sembuh saat dan pasca perawatan TB tidaklah dipahami dengan baik. Untungnya, defisit imunologis yang berasosiasi dengan PEM dan berbagai defisiensi nutrisi mikro berbalik dengan cepat seiring rehabilitasi nutrisi. Kita dapat menduga kalau hal ini meningkatkan pemulihan.


Literatur ilmiah yang ada terbatas mengenai hal ini, namun menariknya, satu-satunya studi buta ganda dan acak yang ada berasal dari Indonesia. Studi yang dilakukan oleh dr. Karyadi dkk tahun 2002 ini membandingkan supplementasi vitamin A dan zinc dengan plasebo pada 80 pasien TB pulmoner di Jakarta. BMI adalah kurang dari 18.5 kg/m2 pada 64% pasien TB, retinol plasma <0.70 mmol/l dalam 32%, dan zinc plasma <10.7 mmol/l pada 30% pasien.
Setelah perlakuan, zinc plasma sama dalam kedua kelompok, dan retinol plasma lebih tinggi secara signifikan pada kelompok suplemen. Konversi sputum dan resolusi keluasan radiografis penyakit paru sedikit lebih cepat pada kelompok suplemen.
Panduan kasar mencakup sedikitnya 2 gram protein bermutu tinggi dan 50kcal energi per kilogram berat tubuh per hari, dengan asupan kalorik tersebar 40-50% dari karbohidrat, 30–40% protein, dan tidak lebih dari 20% hingga 30% lemak, mencakup asam lemak esensial. Nutrisi mikro harus dipasok setidaknya harian, walaupun beberapa pakar meningkatkan asupan vitamin dan mineral yang dibutuhkan untuk fungsi kekebalan sel dan regenerasi jaringan, khususnya vitamin A, B6, dan mineral tembaga, besi, dan zinc. Calcitriol, misalnya, berperan penting dalam aktivasi makrofag dan telah ditunjukkan menyumbang pada pengendalian pertumbuhan intrasel M. tuberculosis.
Sumber
Caballero, B., Allen, L., Prentice, A. (Eds.) 2005. Encyclopedia of Human Nutrition. 2nd Edition. Elsevier.
Referensi lanjut


Karyadi E, West CE, Schultnik W et al. (2002) A double-blind, placebo-controlled study of vitamin A and zinc supplementation in persons with tuberculosis in Indonesia: Effects on clinical response and nutritional status. American Journal of Clinical Nutrition 75: 720–727.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar