BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan
oleh sel. Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme
dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka
reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu. Reaksi-reaksi
enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam
keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia yang
digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain.
Selain
dimanfaatkan sebagai biokatalisataor, enzim banyak berperan dalam industri
komersial dalam bidang pangan maupun medis dan farmakologi. Untuk mendapatkan
suatu produk yang maksimal, maka dalam setiap kali reaksi biologis digunakan
enzim untuk mempermudah proses maupun menghemat biaya produksi suatu proses.
Untuk
memproduksi enzim dalam jumlah besar dan mempunyai aktivitas yang tinggi, perlu
diperhatikan faktor-faktor penting seperti kondisi pertumbuhan, cara isolasi, cara
pemurnian serta jenis substrat yang digunakan agar diperoleh enzim dengan
tingkat kemurnian tinggi.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Klasifikasi
Enzim berdasarkan tipe dan mekanism reaksi.
2. Bagaimana
prosedur isolasi enzim?.
3. Bagaimana prosedur pemurnian enzim?.
4. Jelaskan Aplikasi ISolasi dan pemurnian enzim pada
beberapa jenis enzim?.
1.3 Tujuan
Berdasarkan
rumusam masalah maka makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1.
Mengetahui Klasifikasi
Enzim berdasarkan tipe dan mekanism reaksi
2.
Mengetahui prosedur
isolasi enzim.
3.
Mengetahui prosedur
pemurnian enzim.
4.
Menjelaskan Aplikasi prosedur
ISolasi dan pemurnian enzim pada beberapa jenis enzim.
BAB
II
ISI
DAN PEMBAHASAN
2.1
Enzim
Menurut Mayrback
(1952) dari jerman, enzim adalah senyawa protein yang dapat mengatalisi
reaksi-reaksi kimia dalam sel dan jaringan makhluk hidup. Enzim merupakan
biokatalisator artinya senyawa organic yang mempercepat reaksi kimia. Katalisator
adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat tersebut tidak ikut
bereaksi. Dalam sel makhluk hidup, reaksi- reaksi kimia dapat berlangsung
dengan cepat karena adanya katalisator hidup atau biokatalisator, yaitu :
enzim. Enzim merupakan pengatur suatu reaksi. Berikut ini adalah contoh reaksi
yang diatur oleh enzim. Contohnya:
Enzim maltase
Maltosa ———-> 2 glukosa
(substrat) <——— (produk)
Maltosa ———-> 2 glukosa
(substrat) <——— (produk)
Enzim merupakan
unit fungsional yang berperan mengkatalisis reaksi-reaksi dalam metabolisme sel
dan reaksi-reaksi lain dalam tubuh. Spesifikasi enzim terhadap substratnya
teramat tinggi dalam mempercepat reaksi kimia tanpa produk samping (Lehninger,
1992).
Susunan enzim
Secara kimia,
enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas dua bagian, yaitu bagian protein
dan bagian yang bukan protein. Bagian protein disebut apoenzim, bersifat labil
(mudah berubah), misalnya terpengaruh oleh suhu dan keasaman. Bagian yang bukan
proteindisebut gugus prostetik (aktif), terdiri atas kofaktor atau koenzim.
Kofaktor berasal dari molekul anorganik, yaitu logam, misalnya besi, tembaga,
dan seng. Sedangkan koenzim merupakan gugus prostetik terdiri atas senyawa organik
kompleks, misalnya NADH, FADH, koenzim A, dan vitamin B.
Enzim juga
memerlukan tambahan komponen kimia dalam aktivitasnya yang disebut dengan kofaktor
dan koenzim. Kofator merupakan suatu molekul anorganik
seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+ yang terikat
lemah pada apoenzim. Sedangkan koenzim adalah molekul organik
kompleks yang terikat kuat pada apoenzim. Apoenzim adalah bagian
enzim yang berupa protein yang bersifat tidak tahan panas. Enzim yang mempunyai
struktur sempurna dan aktif mengkatalisis reaksi bersama dengan koenzim disebut
holoenzim. (Lehninger, 1982).
1.
Apoenzim
Apoenzim
adalah bagian protein dari enzim, bersifat tidak tahan panas, dan berfungsi
menentukan kekhususan dari enzim. Contoh, dari substrat yang sama dapat menjadi
senyawa yang berlainan, tergantung dari enzimnya.
2. Koenzim
Koenzim
disebut gugus prostetik apabila terikat sangat erat pada apoenzim. Akan tetapi,
koenzim tidak begitu erat dan mudah dipisahkan dari apoenzim. Koenzim bersifat
termostabil (tahan panas), mengandung ribose dan fosfat. Fungsinya menentukan
sifat dari reaksinya. Misalnya, Apabila koenzim NADP (Nicotiamida Adenin
Denukleotid Phosfat) maka reaksi yang terjadi adalah dehidrogenase. Disini NADP
berfungsi sebagai akseptor hidrogen.
Koenzim
dapat bertindak sebagai penerima/akseptor hidrogen, seperti NAD atau donor dari
gugus kimia, seperti AT P (Adenosin Tri Phosfat).
Klasifikasi enzim
a) Protease
Enzim ini merupakan enzim proteolitik (suatu enzim yang dapat memecahkan protein).
Enzim ini merupakan enzim proteolitik (suatu enzim yang dapat memecahkan protein).
b) Amylase
Amylase merupakan suatu enzim Carbohydrolitic (suatu enzim yang dapat memecahkan karbohidrat)
Amylase merupakan suatu enzim Carbohydrolitic (suatu enzim yang dapat memecahkan karbohidrat)
c) Invertase
Invertase merupakan suatu enzim Disakaridase yang berfungsi untuk memecahkan Sukrosa menjadi Glukosa & Fruktosa, sehingga dapat meningkatkan pemakaian gula-gula ini.
Invertase merupakan suatu enzim Disakaridase yang berfungsi untuk memecahkan Sukrosa menjadi Glukosa & Fruktosa, sehingga dapat meningkatkan pemakaian gula-gula ini.
d) Alpha-galactosidase
Merupakan enzim yang dapat menghidrolisis gula kompleks (oligosakarida), dimana gula ini banyak terdapat pada sayur-sayuran, dan sejenis padi-padian. Kelompok gula seperti : Raffinose, Stachyose, dan Verbascose tidak dapat dicerna oleh manusia karena manusia tidak dapat menghasilkan Alpha-Galactosidase, yang diperlukan untuk memecahkan kelompok gula tersebut. Akibatnya, tubuh tidak dapat menyerapnya sehingga gula-gula tersebut akan menetap dalam usus. Didalam usus, gula tersebut difermentasi oleh bakteri normal dalam usus bagian bawah dan sebagai hasil fermentasinya adalah terbentuknya gas dalam usus. Inilah yang menyebabkan rasa kembung sedangkan Alpha-Galactosidase ini membatasi pembentukan gas dalam usus dengan cara meningkatkan pemecahan karbohidrat ini sebelum mencapai usus bagian bawah.
Merupakan enzim yang dapat menghidrolisis gula kompleks (oligosakarida), dimana gula ini banyak terdapat pada sayur-sayuran, dan sejenis padi-padian. Kelompok gula seperti : Raffinose, Stachyose, dan Verbascose tidak dapat dicerna oleh manusia karena manusia tidak dapat menghasilkan Alpha-Galactosidase, yang diperlukan untuk memecahkan kelompok gula tersebut. Akibatnya, tubuh tidak dapat menyerapnya sehingga gula-gula tersebut akan menetap dalam usus. Didalam usus, gula tersebut difermentasi oleh bakteri normal dalam usus bagian bawah dan sebagai hasil fermentasinya adalah terbentuknya gas dalam usus. Inilah yang menyebabkan rasa kembung sedangkan Alpha-Galactosidase ini membatasi pembentukan gas dalam usus dengan cara meningkatkan pemecahan karbohidrat ini sebelum mencapai usus bagian bawah.
e) Lipase
Merupakan enzim yang digunakan untuk mencernakan lemak (trigliserida) menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Merupakan enzim yang digunakan untuk mencernakan lemak (trigliserida) menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
f) Cellulase
Enzim yang tidak ditemukan dalam tubuh manusia, dimana enzim ini digunakan untuk memecahkan ikatan yang ditemukan dalam serat. Dengan memisahkan struktur matriks serat yang membungkus zat-zat gizi pada tanaman, Cellulase meningkatkan nilai gizi buah-buahan dan sayur-sayuran.
Enzim yang tidak ditemukan dalam tubuh manusia, dimana enzim ini digunakan untuk memecahkan ikatan yang ditemukan dalam serat. Dengan memisahkan struktur matriks serat yang membungkus zat-zat gizi pada tanaman, Cellulase meningkatkan nilai gizi buah-buahan dan sayur-sayuran.
g) Prekursor pepsin (enzim yang
memecahkan protein).
pepsin bertanggungjawab atas pemecahan sekitar 10% protein.
pepsin merupakan satu-satunya enzim yang mencerna kolagen, yang merupakan suatu
protein dan kandungan utama dari daging.
h) Enzim proteolitik
enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat
digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. enzim ini hanya akan
aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.
i)
Enzim pankreatik.
Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,
karbohidrat dan lemak. Enzim-enzim tersebut antara lain lipase (mengurai
lemak), amilase (mengurai karbohidrat), dan protease (mengurai protein).
j)
Lisosim ,
Suatu enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri dan virus
yang merugikan. Zat ini terdapat dalam jumlah 300 kali lebih banyak pada ASI
daripada susu sapi. Enzim ini antara lain aktif mengatasi bakteri E. coli dan
Salmonella
k) Enzim pemecah protein
Enzim pemecah protein (enzim
protease) menjadi komponen penyusunnya yaitu asam amino. Asam amino inilah yang
kemudian diserap tubuh
Ciri-ciri Enzim
a.
Merupakan Protein
Sebagian
besar enzim (kecuali ribozime), adalah protein. Dengan demikian sifat-sifat
yang dimilikinya sama dengan sifat sifat protein, yaitu: menggumpal pada suhu
tinggi dan terpengaruh oleh pH
b.
Bekerja secara khusus
Enzim
tertentu hanya dapat mempengaruhi reaksi tertentu, dan tidak dapat mempengaruhi
reaksi lainnya. Sebagai contoh: di dalam usus rayap terdapat protozoa yang
menghasilkan enzim selulase sehingga rayap dapat hidup dengan makan kayu karena
dapt mencerna selulosa (salah satu jenis karbohidrat/polisakarida). Sebaliknya
manusia tidak dapat mencerna kayu, meskipun mempunyai enzim amilase, yaitu
enzim yang dapat mencerna amilum/pati (yang juga merupakan jenis polisakarida).
Enzim amilase dan selulase masing-masing bekerja secara khusus.
c. Dapat digunakan berulang
kali
Enzim
dapat digunakan berulang kali karena enzim tidak berubah pada saat terjadi
reaksi. Meskipun dalam jumlah sedikit, adanya enzim dalam suatu reaksi yang
dikatalisirnya akan mempercepat reaksi, karena enzim yang telah bekerja dalam
reaksi tersebut dapat digunakan kembali.
c.
Rusak oleh panas
Enzim
adalah suatu protein yang dapat rusak oleh panas disebut denaturasi. Kebanyakan
enzim rusak pada suhu di atas 50°C. Reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat
dengan kenaikan suhu sebesar 10oC. Kenaikan suhu di atas suhu 50°C
tidak dapat meningkatkan reaksi yang dikatalisir oleh enzim, tetapi justru
menurunkan atau menghentikan reaksi tersebut. Hal ini disebabkan enzimnya rusak
sehingga enzim tersebut tidak dapat bekerja. Demikian juga apabila kita memesan
enzim-enzim dari perjalanan, dan enzim tersebut disimpan dalam lemari es. Suhu
rendah tidak merusak enzim tetapi hanya menonaktifkannya saja.
d.
Diperlukan dalam jumlah sedikit
Oleh
karena enzim berfungsi sebagai mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi,
maka jumlah yang dipakai sebagai katalis tidak perlu banyak. Satu molekul enzim
dapat bekerja berkali-kali, selama molekul tersebut tidak rusak.
e.
Dapat bekerja bolak-balik
Umumnya
enzim dapat bekerja secara bolak-balik. Artinya, suatu enzim dapat bekerja
menguraikan suatu senyawa menjadi senyawa-senyawa lain, dan sebaliknya dapat
pula bekerja menyusun senyawa-senyawa itu menjadi senyawa semula.
Pada
tumbuhan, proses fotosintesis menghasilkan glukosa. Apabila glukosa yang
dihasilkan dalam jumlah banyak, maka glukosa tersebut diubah dan disimpan dalam
bentuk pati. Pada saat diperlukan, misalnya untuk pertumbuhan, pati yang
disimpan sebagai cadangan makanan tersebut diubah kembali menjadi glukosa.
f.
Kerja enzim dipengaruhi
lingkungan
Lingkungan
yang berpengaruh pada kerja enzim adalah suhu, pH, hasil akhir, dan zat
penghambat.
1)
Suhu
Enzim bekerja optimal pada suhu 30°C atau pada suhu tubuh dan akan rusak pada suhu tinggi. Biasanya enzim bersifat nonaktif pada suhu rendah (0°C atau di bawahnya), tetapi tidak rusak. Jika suhunya kembali normal enzim mampu bekerja kembali. Sementara pada suhu tinggi, enzim rusak dan tidak dapat berfungsi kembali.
Enzim bekerja optimal pada suhu 30°C atau pada suhu tubuh dan akan rusak pada suhu tinggi. Biasanya enzim bersifat nonaktif pada suhu rendah (0°C atau di bawahnya), tetapi tidak rusak. Jika suhunya kembali normal enzim mampu bekerja kembali. Sementara pada suhu tinggi, enzim rusak dan tidak dapat berfungsi kembali.
2)
pH
Enzim bekerja optimal pada pH tertentu, umumnya pada pH netral. Pada kondisi asam atau basa, kerja enzim terhambat. Agar enzim dapat bekerja secara maksimal, pada penelitian/percobaan yang menggunakan enzim, kondisi pH larutan dijaga agar tidak berubah, yaitu dengan menggunakan larutan penyangga (buffer)
Enzim bekerja optimal pada pH tertentu, umumnya pada pH netral. Pada kondisi asam atau basa, kerja enzim terhambat. Agar enzim dapat bekerja secara maksimal, pada penelitian/percobaan yang menggunakan enzim, kondisi pH larutan dijaga agar tidak berubah, yaitu dengan menggunakan larutan penyangga (buffer)
3)
Hasil akhir
Kerja
enzim dipengaruhi hasil akhir. Hasil akhir yang menumpuk menyebabkan enzim
sulit “bertemu’ dengan substrat. Semakin menumpuk hasil akhir, semakin lambat
kerja enzim.
4)
Zat penghambat
Zat
yang dapat menghambat kerja enzim disebut zat penghambat atau inhibitor. Zat
tersebut memiliki struktur seperti enzim yang dapat masuk ke substrat, atau ada
yang memiliki struktur seperti substrat sehingga enzim salah masuk ke
penghambat tersebut. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: semisal enzim
itu anak kunci, terdapat zat penghambat (inhibitor) yang: strukturnya mirip
anak kunci (enzim), sehingga zat penghambat itu dapat masuk ke dalam gembok
kunci (substrat), bentuknya mirip gembok kunci (substrat), sehingga enzim
sebagai anak kunci “keliru masuk ” ke anak kunci palsu.
Cara kerja enzim
Molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu
sama lain. Jika suatu molekul substrat menumbuk molekul enzim yang tepat, maka
akan menempel pada enzim.Tempat menempelnya molekul substrat pada enzim disebut
sisi aktif. Kemudian terjadi reaksi dan terbentuk molekul produk. Ada 2 teori
mengenai kerja enzim, yaitu:
a.
Teori gembok anak kunci
(key-lock)
Sisi
aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis
substrat saja Gambar 3.4 A) Substrat sesuai dengan sisi aktif seperti gembok
kunci dengan anak kuncinya. Hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik.
Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif berubah
sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang
sama.
b.
Teori cocok terinduksi (induced
fit).
Sisi
aktif enzim lebih fleksibel dalam menyesuaikan struktur substrat. Ikatan antara
enzim dan substrat dapat berubah menyesuaikan dengan substrat.
Aktivitas dari
enzim dalam mengkatalis reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah:
1.
Konsentrasi enzim
Pada konsentrasi
substrat tertentu kecepatan reaksi enzimatis bertambah pada saat bertambahnya
konsentrasi enzim dan akan konstan pada konsentrasi enzim tertentu.
2.
Konsentrasi substrat
Pada saat
konsentrasi enzim konstan bertambahnya konsentrasi substrat meningkatkan
kecepatan reaksi enzimatis. Pada konsentrasi tertentu tidak terjadi peningkatan
kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat ditambah.
3.
Suhu
Pada suhu rendah
reaksi kimia berlangsung lambat, pada suhu tinggi secara umum reaksi kimia
berlangsung cepat. Pada suhu optimum kecepatan reaksi enzimatis adalah optimum.
Pada suhu melewati suhu optimumnya dapat menyebabkan terjadinya denaturasi
enzim sehingga menurunkan kecepatan reaksi.
4.
pH
Struktur enzim
dipengaruhi oleh pH lingkungannya. Enzim dapat bermuatan positif, negatif atau
bermuatan ganda (zwitter ion). Perubahan
pH lingkungan berpengaruh pada aktivitas sisi aktif dari enzim.
5.
Inhibitor
Merupakan zat yang dapat menghambat
kerja enzim. Bersifat reversible dan irreversible. Inhibitor reversible
dibedakan menjadi inhibitor kompetitif dan nonkompetitif Keberadaan inhibitor akan menurunkan
kecepatan reaksi enzimatis. Inhibitor dapat membentuk kompleks dengan enzim
baik pada sisi aktif enzim maupun bagian lain dari sisi aktif enzim.
Terbentuknya kompleks enzim inhibitor akan menurunkan aktivitas enzim terhadap
substratnya (Poejiadi, 1994).
Peranan inhibitor dalam reaksi:
a.
Inhibitor reversible bersaing
(kompetitif), bentuk mirip dengan substrat dan dapat berikatan dengan bagian
aktif enzim sehingga tidak terjadi reaksi. Menghambat kerja enzim dengan
menempati sisi aktif enzim. Inhibitor ini besaing dengan substrat untuk
berikatan dengan sisi aktif enzim. Pengambatan bersifat reversibel (dapat
kembali seperti semula) dan dapat dihilangkan dengan menambah konsentrasi
substrat. Inhibitor kompetitif misalnya malonat dan oksalosuksinat, yang
bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan enzim suksinat dehidrogenase,
yaitu enzim yang bekerja pada substrat oseli suksinat.
b. Inhibitor reversible tidak bersaing
(nonkopetitif), berikatan dengan bagian tidak aktif dari enzim sehingga tidak
terjadi reaksi. Inhibitor ini biasanya berupa
senyawa kimia yang tidak mirip dengan substrat dan berikatan pada sisi selain
sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan perubahan bentuk enzim sehingga sisi
aktif enzim tidak sesuai lagi dengan substratnya. Contohnya antibiotik
penisilin menghambat kerja enzim penyusun dinding sel bakteri. Inhibitor ini
bersifat reversible tetapi tidak dapat dihilangkan dengan menambahkan
konsentrasi substrat.
c. Inhibitor irreversible, dapat
berikatan dengan enzim dan menyebabkan enzim berubah bentuk sehingga aktivitas
katalitik enzim menurun. Inhibitor ini berikatan
dengan sisi aktif enzim secara kuat sehingga tidak dapat terlepas. Enzim
menjadi tidak aktif dan tidak dapat kembali seperti semula (irreversible).
Contohnya, diisopropilfluorofosfat yang menghambat kerja asetilkolin-esterase.
d. Inhibitor Alosterik, dapat berikatan
dengan enzim dan bagian aktif enzim berubah bentuk sehingga ikatan antara enzim
dan substrat tidak terbentuk.
2.2
Isolasi
Enzim
Untuk
memproduksi enzim dalam jumlah besar dan mempunyai aktivitas yang tinggi, perlu
diperhatikan faktor-faktor penting seperti kondisi pertumbuhan, cara isolasi,
serta jenis substrat yang digunakan. Kondisi pertumbuhan yang menunjang
produksi enzim secara maksimal adalah pH, suhu inkubasi, waktu inkubasi,
dan komposisi media pertumbuhan harus mengandungsumber energi, sumber karbon,
sumber nitrogen dan mineral (Wang, 1979)
Enzim dapat
diperoleh dengan mengisolasi dari sumbernya. Enzim yang telah diisolasi ini
dapat dimanfaatkan lebih lanjut dalam bidang industri maupun kesehatan Untuk
mengeluarkan enzim dari sumbernya perlu dilakukan isolasi yang dapat dilakukan cara.
Metode isolasi
enzim yang sering digunakan adalah ekstraksi, koagulasi, sentrifugasi,
filtrasi, dan kromatografi (Susi, 2002).
a.
Ekstraksi
Metode ekstraksi enzim ditentukan oleh jenis sumbernya.
Enzim yang terdapat pada tepung biji-bijian diekstraksi dengan cara mencampur
pada media cair kemudian diaduk, enzim dari bagian tanaman yang bersifat lunak
diekstraksi dengan dipotong kecil-kecil, dipres kemudian disaring dengan kain,
sedangkan untuk mengekstrak enzim dari daun dan biji-bijian dengan cara
digiling, dihomogenasi dalam media cair atau langsung diblender dalam media
cair. Dalam ekstraksi enzim dari tanaman digunakan bufer untuk mempertahankan
harga pH. Beberapa pH yang dapat digunakan
misal: bufer tris-hidroksimetil amino metan, bufer glisin dan bufer
fosfat (Joseph, at all, 1994).
b.
Filtrasi
Dasar pemisahan adalah
ukuran partikel. Efisiensinya dibatasi oleh:
·
Bentuk partikel
·
Kemampuan partikel menahan tekanan
·
Kekentalan fasa cair
c.
Sentrifugasi.
Metode sentrifugasi
merupakan cara pemisahan enzim dari partikel-partikel lain yang tidak
dikehendaki. Semakin kecil partikel, kecepatan sentrifugasi yang diperlukan
semakin besar. Pemisahan dilakukan sentrifugasi pada kecepatan dan gaya berat
tertentu sehingga sel-sel mikroorganisme mengendap dan supernatant merupakan
cairan yang berisi enzim. Dasar
pemisahan secara sentrifuge yaitu:
·
Perbedaan antara fasa cair dan padat
·
Ukuran partikel,
·
Berat jenis partikel,
·
Berat jenis bahan cair/larutan,
·
Jari-jari sentrifus.
2.3
Pemurnian
Enzim
Enzim merupakan
salah satu jenis substrat biologis yang memiliki fungsi yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Selain dimanfaatkan sebagai biokatalisataor, enzim
banyak berperan dalam industri komersial dalam bidang pangan maupun medis dan
farmakologi. Untuk mendapatkan suatu produk yang maksimal, maka dalam setiap
kali reaksi biologis digunakan enzim untuk mempermudah proses maupun menghemat
biaya produksi suatu proses. Enzim yang digunakanpun sebaiknya merupakan enzim
yang memiliki kemurnian yang tinggi.
Memperoleh enzim
dengan kemurnian yang tinggi, tidaklah mudah butuh biaya serta proses yang lama
untuk memperoleh enzim dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Ada banyak faktor
yang berpengaruh dalam memperoleh enzim dengan kemurnian yang tinggi.
Metode – metode
pemurnian enzim antara lain pengendapan, filtrasi membran, kromatografi
adsorbsi, kromatografi afinitas dan filtrasi gel.
Pemurnian
merupakan tahap yang penting setelah enzim diisolasi. Pemurnian enzim dapat
dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan pelarut organik, gel filtrasi
atau menggunakan garam (Collowick, 1995).
1.
Cara pengendapan dalam garam
organik (salting out) atau pelarut organik (aseton),
Fraksinasi dengan garam berdasarkan
pada sifat-sifat garam seperti kelarutan dan keefektifannya dalam mengendapkan
protein. Garam-garam yang sangat efektif adalah garam-garam yang mengandung
anion yang bermuatan banyak seperti sulfat, fosfat dan sitrat. Garam yang
paling sering digunakan adalah garam amonium sulfat.
Amonium sulfat yang terlarut setelah
proses fraksinasi dipisahkan dengan cara dialisis. Prinsip dialisis adalah
difusi garam amonium sulfat melalui membran semipermeabel.
Penggunaan amonium sulfat untuk
salting out memiliki keuntungan antara lain harga relative murah, kelarutannya
tinggi, pH larutan tidak berubah secara ekstrem, dan tidak bersifat toksik.
Kerugiannya ialah konsentrasi garam yang tertinggal dalam produk tinggi dan
kurang efisien dalam menghilangkan pencemar.
Pengendapan protein dengan pelarut
organik seperti aseton akan menghasilkan produk dengan aktivitas tinggi, tetapi
kondisi reaksi harus dipertahankan pada suhu rendah (-5°C) untuk mencegah
denaturasi protein.
Proses pemumian menyebabkan hilangnya
kofaktor yang penting sehingga menyebabkan hilangnya aktivitas enzim. Selain
itu dapat pula terjadi denaturasi protein akibat pengaruh suhu dan pH selama
pemurnian berlangsung.
2. Melalui membran ultrafiltrasi.
Membran
ultrafiltrasi lebih kecil pengaruhnya terhadap denaturasi protein dibandingkan
presipitasi dengan polietilen glikol ataupun salting out. Selain itu pemisahan
enzim skala besar lebih menguntungkan melalui membrane ultrafiltrasi
dibandingkan sentrifugasi karena membutuhkan waktu dan biaya lebih rendah.
Prinsip
pemisahan dengan proses ultrafiltrasi ialah memisahkan komponen berdasarkan
bobot molekul. Meskipun retensi molekul merupakan fungsi dari ukuran molekul,
namun terbukti bobot molekul dapat digunakan sebagai peubah yang lebih praktis,
khususnya pada molekul dengan bobot molekul tinggi. Setelah proses isolasi
enzim akan diperoleh supernatant. Supematan yang diperoleh dimurnikan dengan
membran ultrafiltrasi dan hanya protein yang berukuran lebih dari 30000 Dalton
tertinggal di atas membran.
Pemurnian enzim melalui membran
ultrafiltrasi menghasilkan enzim. Enzim hasil membran ultrafiltrasi selanjutnya
diendapkan dengan aseton dingin (-20°C) dengan perbandingan 2 : 3. Pengadukan
dilakukan selama 15 menit pada suhu 4°C dan selanjutnya diinkubasi semalam pada
suhu 4°C. Setelah disentrifugasi, endapan yang diperoleh dicuci dengan air
suling untuk menghilangkan sisa aseton. Endapan tersebut kemudian dilarutkan
dengan buffer fosfat sitrat pH 7.0
2.
4
Aplikasi Isolasi dan Pemurnian Enzim
1.
Isolasi Enzim Lipase
Langkah kerja isolasi enzim lipase
secara sederhana adalah sebagai berikut:
a. Diambil 100 ml inokulum dimasukkan
pada erlenmeyer 1000 ml yang berisi media fermentasi kemudian diinkubasi selama
24 jam dengan pH 8 dan suhu 35ÂșC.
b. Setelah itu dilakukan sentrifugasi
dengan kecepatan 5000 rpm selama 15menit. Filtrat hasil sentrifugasi disebut
ekstrak enzim kasar.
c. Ekstrak kasar tersebut
kemudiandipisahkan dari endapannya kemudian ditentukan volume, kadar protein
dengan Metode Lowry,aktivitasnya dengan Metode titrimetri, dan uji
esterifikasi.
2.
Isolasi Enzim Papain Dari Getah
Pepaya
- Kumpulkan getah
pepaya dan simpan dalam keadaan dingin ± 90 gr (dried powder)
- Campur @30 gr getah
pepaya kering dengan 1 gr celite, 1gr cystein dan 10 ml aquadest.
- Masing – masing
campuran ditambahkan (NH4)2SO4 1 gr untuk variabel A, 2 gr variabel B dan
tambahkan 2 gr NaCl untuk variabel C.
- Aduk dengan
magnetic stirer selama 20 menit pada suhu 40oC
- Saring suspensi
melalui kertas saring whattman. Suspensi dibuang sedangkan filtrate
dipisahkan.
- Filtrat lalu
dicentrifugasi 10’ dengan kecepatan sesuai variabel. Didapat endapan
sebesar a gram dan filtrat.
- Filtrat lalu
didiamkan satu malam di lemari es.
- Saring filtrat
dengan kertas saring whattman. Sehingga didapat endapan sebesar b gram dan
filtrat.
- Apabila a + b >
1 gram, maka ambil 1 gr endapan dalam 10 ml aquadest.
- Apabila a + b <
1 gram, maka ambil 1 ml filtrat III lalu encerkan sampai 10 ml.
3.
Isolasi Enzim Bromelain dengan
Menggunakan Aseton
Langkah kerja isolasi enzim
bromelain dengan menggunakan aseton secara sederhana adalah sebagai berikut:
a.
Menyiapkan
dan membersihkan nenas (batang, buah) dan memotongnya menjadi bagian yang
kecil.
b.
Memblender
bagian tersebut dengan menambahkan es
batu (kalau ada) agar enzim tidak rusak
c.
Memisahkan
filtrat dari ampas dengan penyaringan.
d.
Mendinginkan filtrat selama 3
jam
e.
Larutan
ditambahkan aseton dingin dengan kadar 30%, 50% dan 70 %.
f.
Di
endapkan dengan menggunakan sentrifuge selama 15 atau 30 menit
g.
Memisahkan
endapan yang terbentuk. Filtrat ditambahkan ammonium sulfat dengan kadar 40%
dan disentrifuge sehingga di dapat endapan kedua. Kemudian filtrat ditambahkan
ammonium sulfat dengan kadar 60% dan kemudian di sentrifuge
h.
Endapan
kemudian di uji kadar proteinnya. Penentuan kadar protein enzim dari endapan
yang terbentuk dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang tertentu.
4.
Isolasi Enzim Bromelain dengan
Menggunakan Ammonium Sulfat
Isolasi
dengan menggunakan ammonium sulfat secara sederhana adalah sebagai berikut:
a.
Menyiapkan dan membersihkan
nenas
b.
Memotong
nenas dan menambahkan buffer posfat
dengn pH 7 kemudian di blender.
c.
Menyaring
dan mengambil filtrat dan mendinginkannya selama 15 menit
d.
Menambahkan
ammonium sulfat dengan kadar 20% kemudian didinginkan selama 15 menit
e.
Larutan
disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm dan suhu 0 0C.
f.
Memisahkan
endapan yang terbentuk. Filtrat ditambahkan ammonium sulfat dengan kadar 40%
dan disentrifuge sehingga di dapat endapan kedua. Kemudian filtrat ditambahkan
ammonium sulfat dengan kadar 60% dan kemudian di sentrifuge
g.
Endapan
kemudian di uji kadar proteinnya
5.
Pemurnian Enzim Lipase
Dilakukan dengan 3 tahap, antara lain
yaitu:
a. Fraksinasi Amonium Sulfat
Proses
pemurnian sampel ekstrak kasar enzim lipase diawali dengan fraksinasi
bertingkatmenggunakan garam ammonium sulfat dengan tingkat kejenuhan (0-20%),
(20-40%), (40-60%),(60-80%) dan 80-100%). Fraksinasi dengan amonium sulfat
dilakukan dengan cara menambahkan amonium sulfat sedikit demi sedikit pada
larutan ekstrak kasar enzim sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Pengadukan
diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan busa selama kurang
lebih 20 menit. Setiap endapan protein enzim yang didapatdipisahkan dari
filtratnya dengan menggunakan sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama15
menit kemudian dilarutkan dalam larutan buffer fosfat pH 8 dengan konsentrasi
0,05 M lalu diuji aktivitasnya menggunakan Metode titrimetri dan ditentukan
kadar proteinnya menggunakan Metode Lowry. Fraksi yang memberi aktivitas
tertinggi diuji aktivitas esterifikasinya.
b. Dialisis
Endapan
enzim hasil fraksinasi bertingkat yang memiliki aktivitas tertinggi dilarutkan
kedalam buffer fosfat pH 8; 0,05 M selanjutnya dimasukkan kedalam kantong
selofan, kemudiandidialisis menggunakan buffer fosfat pH 8; 0,05 M selama ± 48
jam pada suhu 4ÂșC.
c. Kromatografi Kolom
Perlakuan
enzim selanjutnya adalah pemurnian berdasarkan ukuran dengan kolomkromatografi
filtrasi gel menggunakan sephadex G-100 sebagai fase diam.Sampel diteteskan
pada bagian atas kolom gel sephadex G-100 yang berfungsi sebagai fasediam dan
larutan buffer fosfat pH 8 yang berfungsi sebagai fase gerak. Sampel enzim yang
memiliki bobot molekul lebih besar dari pori-pori gel akan melewati ruang antar
pori-pori sehingga akan lebih dahulu keluar dari kolom sebaliknya yang berbobot
molekul lebih kecil akan masuk ke dalam pori-pori matriks sehingga akan keluar
lebih lambat. Setelah proses kolom berlangsung, eluen ditampung pada wadah
sebesar 15 ml. Eluen yang telah ditampung pada wadah kemudian diukur kadar
protein dan aktivitas enzimnya. Fraksi yang memberikan aktivitas tinggi
dikumpulkan dan dikarakterisasi serta ditentukan aktivitas esterifikasinya.
BAB III
KESIMPULAN
A. Enzim
adalah senyawa protein yang dapat mengatalisi reaksi-reaksi kimia dalam sel dan
jaringan makhluk hidup. Enzim merupakan biokatalisator artinya senyawa organic
yang mempercepat reaksi kimia. Enzim merupakan unit fungsional yang berperan
mengkatalisis reaksi-reaksi dalam metabolisme sel dan reaksi-reaksi lain dalam
tubuh.
B. Enzim
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: protease,
amylase,
invertase, alpha-galactosidase, lipase, cellulase, prekursor pepsin (enzim yang
memecahkan protein), enzim proteolitik, enzim pankreatik,
lisosim,
enzim pemecah protein.
C. Enzim
dapat diperoleh dengan mengisolasi dari sumbernya. Metode isolasi enzim yang
sering digunakan adalah ekstraksi, koagulasi, sentrifugasi, filtrasi, dan
kromatografi.
D. Pemurnian
merupakan tahap yang penting setelah enzim diisolasi. Pemurnian enzim dapat
dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan pelarut organik, gel filtrasi
atau menggunakan garam.
E.
Metode – metode pemurnian enzim
antara lain pengendapan, filtrasi membran, kromatografi adsorbsi, kromatografi
afinitas dan filtrasi gel.
kak ada daftar pustakanya?
BalasHapus